Sabtu, 25 Agustus 2012

#sekedarcurcol

Kadang tuh, kalo lagi bener bener males nulis, gaada inspirasi, rasanya maleeeeeees banget, tapi di sisi lain pingin ngelajutin tulisannya. Itu bener bener dilema, mau milih berenti dulu, ato ngelanjutin.
Pas gue nyoba paksain  nulis, jari tiba tiba kayaknya udah gerak otomatis aja, inpirasi melayang terbang mendekat (?) jadi, kalo lagi mau nulis, niat niatin aja :D .
Tapi kalo bener bener lagi bete ya jangan nulis juga nanti malah ceritanya jadi jelek ato engga sih bisa aja bagus, cuma kerasa 'kosong', 'hampa' dan semacem itu, bagus tapiiii 'ga berjiwa' ya itulah susah jelasinnya. #curcolangajelas

Kamis, 23 Agustus 2012

Bab 9

     I'm at a payphone trying to call home
     All of my change I spent on (3)you
     (1)Where have the times gone
     Baby it's all wrong, where (2)are the plans we made for two?

     Yeah, I, I know it's hard to remember
     The people we used to be
     It's even harder to picture
     That you're not here next to me
     You say it's too late to make it
     But is it too late to try hope?
     And in our time that you wasted
     All of our bridges burned down

     I've wasted my nights
    You turned out the lights
     Now I'm paralyzed
     Still stuck in that time when we called it love
     But even the sun sets in paradise

     Aku memandangi kertas berisi lirik payphone yang udah ku stabilo maupun ku coret liriknya dan mengganti dengan yang menurutku pas. Aku memang kadang melakukan hal hal tak penting sepeti ini bila ada waktu senggang. Tapi, kali ini aku merasa kata kata yang distabilo benar benar mewakili suasana hatiku.
     "Argh," aku meremas kertas itu dan melemparnya asal lalu merebahkan diriku di kasur. Otakku tak mau berhenti memikirkan masa lalu gara gara kejadian tadi pagi. Semua seakan diputar ulang.
      Aku juga masih ingat bahwa aku sempat mengingat pernah punya secercah harapan saat papa setahun yang lalu tiba tiba mengabarkan kami akan pindah ke Jakarta. Seperti menemukan oase di padang gurun karena aku merasa ada kemungkinan bisa bertemu dengannya lagi,  namun setelah kusadari, ternyata oase itu hanyalah fatamorgana, angan anganku hanya khayalan semu.
     "Hhh," gumaman tak jelas keluar dari mulutku. Pikiranku yang sudah penuh seakan dijejali oleh makin banyak hal. Entah kenapa masalah selalu datang dalam waktu yang bersamaan. Apa aku benar benar harus melupakannya? Ditengah kegalauanku, handphoneku berbunyi nyaring memain kan lagu payphone.
     "Halo?" aku segera mengangkat teleponku sebelum nada deringnya berhenti.
     "Halo, ini Kiko," jawab suara di seberang. Datar, tanpa ekpresi.
     "Iya, kenapa?"
     "Gue ternyata pernah tinggal di Bandung." Jawaban singkatnya mampu mebuat jantungku berpacu cepat. Semua harapan tiba tiba menghampiriku kembali, tetapi......
     "Gak usah bercanda, Ko. Gak lucu," kataku dengan dingin. Ya, jawaban itu yang keluar dari mulutku. Aku takut harapan yang kuciptakan lagi lagi semu.
     "GUE GAK BERCANDA, IKAN KECIL," katanya dengan memberi penekanan pada setiap kata.
     "Oh ya?" tanyaku dengan intonasi yang sama, namun keraguan mulai menyelinap dalam hatiku.
     "Iya. Gue tadi gak mau kasih tau lo kalo gue pernah tinggal disana karena gue pernah punya sesuatu yang buruk dan gak mau siapapun tau, tapi ternyata elo itu gadis kecil sahabat gue yang suka berenang itu kan. Awalnya gue ragu, tapi insting gue bilang itu elo," katanya panjang lebar mencoba meyakinkan ku. 
     "Gue.......," aku tak bisa melanjutkan perkataanku. Rasa ragu dan takut akan harapan yang akan menjatuhkanku berperang dengan suara hatiku yang mengatakan bahwa dia memang orangnya.
     "Gue rider, lo Cheryl, dan elo ikan kecil gue," katanya lagi. Sebuah pernyataan yang membuatku makin merasa yakin.
     "Besok kita omongin di sekolah aja ya," kataku mencoba meng-akhiri pembicaraan .
     "Oke. Besok gue bakal nyeritain lebih banyak lagi," jawabnya. Dan setelah kata bye, aku mematikan telepon. Selang beberapa menit, teleponku berbunyi lagi.
     "Halo, Cher, tadi Kiko nelepon kamu?" suara itu langsung menyambutku dengan pertanyaan yang tiba tiba.
     "Riz, kok kamu bisa--," 
     "Gak perlu tau. Besok aku ceritain, yang penting, jangan percaya ama apa yang dia omongin, oke?"
     "Kenapa?" tanyaku bingung.
     Ia menghela napas sesaat. "Karena aku gak mau ikan kecilku terluka."

#inspiringsong (for part 9)

I'm at a payphone trying to call home
All of my change I spent on you
Where have the times gone
Baby it's all wrong, where are the plans we made for two?

Yeah, I, I know it's hard to remember
The people we used to be
It's even harder to picture
That you're not here next to me
You say it's too late to make it
But is it too late to try?
And in our time that you wasted
All of our bridges burned down

I've wasted my nights
You turned out the lights
Now I'm paralyzed
Still stuck in that time when we called it love
But even the sun sets in paradise

I'm at a payphone trying to call home
All of my change I spent on you
Where have the times gone
Baby it's all wrong, where are the plans we made for two?

If happy ever after did exist
I would still be holding you like this
All those fairytales are full of sh*t
One more stupid love song I'll be sick

You turned your back on tomorrow
Cause you forgot yesterday
I gave you my love to borrow
But just gave it away
You can't expect me to be fine
I don't expect you to care
I know I've said it before
But all of our bridges burned down

I've wasted my nights
You turned out the lights
Now I'm paralyzed
Still stuck in that time when we called it love
But even the sun sets in paradise

I'm at a payphone trying to call home
All of my change I spent on you
Where have the times gone
Baby it's all wrong, where are the plans we made for two?

If happy ever after did exist
I would still be holding you like this
All those fairytales are full of sh*t
One more stupid love song I'll be sick

Now I'm at a payphone....

[Wiz Khalifa]
Man work that sh*t
I'll be out spending all this money while you sitting round
Wondering why it wasn't you who came up from nothing
Made it from the bottom
Now when you see me I'm stunning
And all of my cars start with the push up a button
Telling me the chances I blew up or whatever you call it
Switched the number to my phone
So you never could call it
Don't need my name on my show
You can tell it I'm ballin'
Swish, what a shame could have got picked
Had a really good game but you missed your last shot
So you talk about who you see at the top
Or what you could've saw
But sad to say it's over for
Phantom pulled up valet open doors
Wiz like go away, got what you was looking for
Now ask me who they want
So you can go and take that little piece of sh*t with you

I'm at a payphone trying to call home
All of my change I spent on you
Where have the times gone
Baby it's all wrong, where are the plans we made for two?

If happy ever after did exist
I would still be holding you like this
All those fairytales are full of sh*t
One more stupid love song I'll be sick

Now I'm at a payphone....

Bab 8

     "Kiko!!" panggilku ketika dia sudah berada di depan gerbang sekolah. Ia langsung menoleh dan tersenyum . Senyum yang akhirnya kusadari bahwa senyum itu adalah senyum yang sudah lama aku nantikan. Senyum yang pernah ..... ah itu tak penting.
     "Hmm?" gumamnya begitu aku sudah berada di dekatmya.
     "Thanks buat yang tadi."
     "Nevermind. A Prince must help his princess, right?" katanya sambil mengedipkan sebelah mata. Gaya khasnya yang biasanya membuatku merasa muak . Terlalu berlebihan menurutku, namun kurasa tidak untuk kali ini.
     "Gombal," kataku sambil meninju lengan kanannya. Ia mengaduh kesakitan.
     "Oke , gue tau elo bercanda, tapi pukulan lu itu keras kalo lo mau tau," katanya masih memegangi lengan kanannya dengan muka yang menampakkan rasa kesakitan. Aku langsung panik.
     "Eh, seriusan? Beneran sakit?"
     "Enggak sih. Bercanda doang," katanya sambil menjulurkan lidah. Sial... aku tertipu.
     "Eh, iya," aku teringat hal yang ingin aku tanyakan padanya. "Nama lengkap lo Henrikus Christopher?"
     "Iya. Elu sebagai ketua kelas pasti selalu megang daftar absen kan?" katanya seolah menganggap ini sebuah lelucon.
     "Gue lagi serius nih. Terus dulu lu pernah tinggal di Bandung?" lanjutku lagi, masih mencecarnya dengan pertanyaan bak seorang wartawan yang sedang mengejar berita. Ia terdiam sejenak mencoba mengingat ingat.
     "Enggak," katanya sambil menggeleng setelah berpikir beberapa saat. Aku menjadi lemas. Berarti dia bukan orangnya. Semua penilaianku terhadapnya seolah berbalik 180 derajat. Aku merasa bodoh terlalu cepat membuat kesimpulan, terlalu cepat merasa senang dan akhirnya, seperti yang orang orang bilang, ketika kau berharap terlalu tinggi, saat kau jatuh, akan terasa sangat sakit. Itu hal yang kurasakan sekarang. "Emang kenapa?"
     "Gak papa. Gak penting," kataku lemah. Semua keceriaan seolah menguap dariku saat ini.
     "Hey, lu cepet banget berubah, tadi kayaknya ceria banget."
     "You don't understand my problem."
     "So, what's your problem?" katanya santai. Aku hanya diam. "Oke, gue ngerti mungkin masalah lu terlalu pribadi, tapi inget, jangan bersedih terlalu lama, oke?" katanya setelah terjadi keheningan singkat diantara kami. Aku mengangguk .
     "Oke."
     "Eh, gue udah dijemput. Balik duluan ya," katanya sambil berlari begitu melihat sebuah stream berwarna hitam melintas. Ia masih menyempatkan dirinya melambai ke arahku. Aku membalas lambaiannya. "Bye ikan kecil," lanjutnya lagi.
     "Bye rider," kataku pelan. Rider, sebutan yang kuberikan kepada teman masa kecilku. Meskipun aku tahu bahwa dia bukan orangnya, aku masih sempat mengucapkan panggilan itu entah kenapa. Mungkin itu hanya sebuah pelampiasan kerinduan, atau ucapan selamat tinggal pada sang kenangan.